Selasa, 04 Agustus 2015

pengaruh, perubahan dan peninggalan Belanda Di Indonesia

Pengaruh Belanda di Indonesia

Saat ini seringkali muncul stereotype bernada negatif atas budaya Barat. Di Indonesia, budaya Barat disebar seiring kekuasaan kolonial. Barat yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah Negara-negara Eropa, terutama Belanda, yang melakukan kolonisasi atas kepulauan nusantara. Kendati demikian, terdapat pengaruh Barat tertentu yang terus membekas di dalam struktur kebudayaan Indonesia hingga kini. Misalnya sistem pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu komponen nonmaterial kebudayaan yang punya peran signifikan dalam melestarikan suatu budaya. Selain pendidikan, mekanisme administratif pemerintahan Belanda juga punya pengaruh tersendiri atas pembentukan sistem sosial (politik) Indonesia. Bangsa Barat utama yang pengaruhnya cukup membekas adalah Portugis dan Belanda. Terutama Belanda, budaya kedua bangsa ini sebagian terserap ke dalam struktur budaya Indonesia. Namun, sisa-sisa pengaruh ini kurang begitu kuat mempengaruhi benak kesadaran orang Indonesia, mungkin akibat perbedaan blue print manusianya (barat versus timur). Budaya Barat, sesuai namanya, merupakan produk perkembangan di bilangan barat dunia yang menekankan individualitas dan kebebasan. Sementara Indonesia merupakan bagian bangsa timur yang menghendaki harmoni, komando, dan kolektivitas. Koentjaraningrat mencatat, pengaruh budaya barat atas Indonesia diawali aktivitas perdagangan Portugis paruh pertama abad ke-16. Tahun 1511 Portugis menaklukan Malaka, pelabuhan dagang di barat kepulauan Indonesia. Penaklukan membuat Portugis mampu mengendalikan aspek-aspek penting kehidupan masyarakat di sana. Tatkala penaklukan terjadi, Islam tengah tumbuh sebagai agama dan budaya baru nusantara. Tidak perlu waktu lama, Islam berangsur jadi agama dominan di kepulauan Indonesia. Konflik yang kemudian terjadi kemudian kerap digeneralisasi menjadi konflik Barat versus Islam. Konflik bahkan masih terus berlangsung hingga tulisan ini dibuat. Tahun 1641 orang Belanda merebut Malaka dari Portugis. Sebelumnya, tahun 1619 mereka sudah membangun benteng kuat di Batavia saat menguasai Banten, pelabuhan dagang nusantara lain yang penting. Tahun 1755, VOC mengadakan perjanjian Gianti dengan Mataram Islam, kerajaan yang merupakan salah satu rival mereka dalam menguasai jalur dagang. Dalam perjanjian Gianti, Mataram dipecah menjadi Yogyakarta, Surakarta, dan Mangkunegara. Tahun 1799, VOC (perusahaan swasta Belanda) bangkrut. Mulai tahun tersebut orang-orang Belanda mengatasnamakan Kerajaan Belanda dalam mengelola Indonesia.

Tahun 1824 Belanda menukar Singapura dengan Bengkulu. Singapura awalnya dikuasai Belanda dan Bengkulu oleh Inggris. Lokasi Bengkulu terisolasi di bagian selatan-barat pulau Sumatera. Tahun 1837 Belanda menguasai Sumatera Barat usai Perang Paderi. Tahun 1883, Tanah Batak masuk ke dalam kekuasaan Belanda, hanya setelah berpayah-payah menaklukan orang Batak Toba. Tahun 1894, Lombok masuk ke kekuasaan Belanda disusul Bali tahun 1906, lewat Perang Badung (Puputan Badung). Aceh terakhir masuk ke dalam kekuasaan Belanda pada 1903 (atau 1905), setelah perang kurang lebih 30 tahun sejak 1873. Dari paparan ini tampak kekuasaan Belanda atas Indonesia berlangsung gradual. Wilayah yang satu dikuasai terlebih dulu ketimbang lainnya. Kendati demikian, tetap ada wilayah yang tidak terjamah kekuasaan kolonial Belanda. Bernard H.M. Vlekke membagi pengaruh Belanda di nusantara ke dalam tiga bagian.[2] Pertama, di Sumatera dan Kalimantan pengaruh orang Eropa hampir tidak punya dampak pada kehidupan pribumi. Kedua, pengaruh di bagian timur kuat tetapi opresif. Ketiga, di Jawa di mana Belanda mampu mencengkeram hingga pedalaman dan menimbulkan perubahan struktur sosial serta ekonomi orang Indonesia.

Di Jawa, Maluku dan Sulawesi Utara berkembang pelapisan sosial. Lapisan pertama kaum buruh yang meninggalkan budaya tani untuk menjadi pelayan rumah tangga Eropa, tukang, atau buruh industri. Lapisan kedua kaum pegawai (priyayi) yang bekerja di belakang meja tulis dan harus menempuh pendidikan Belanda terlebih dahulu.[3] Lapisan ketiga, kelas menengah baru pribumi yang melakukan kegiatan dagang di bidang-bidang yang belum digarap pengusaha Cina (dan Asia lain) seperti rokok kretek, batik, tenun, ataupun kerajinan tangan. Pola-pola pelapisan sosial seperti ini belum ada di Indonesia sebelum pengaruh Belanda.

·      Pendidikan : Salah satu pengaruh peradaban Belanda atas struktur budaya Indonesia adalah pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing dengan sistem pendidikan lokal Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan mandala. Juga, sekolah-sekolah Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga pendidikan yang banyak dipengaruhi Islam. Sekolah, sebagai basis proses pendidikan formal Indonesia saat ini, merupakan wujud nyata membekasnya pengaruh Belanda. Peserta didik dibagi ke dalam lokal-lokal menurut rombongan belajar, di setiap kelas peserta didik duduk dalam beberapa banjar menghadap ke depan, dan guru berdiri di muka kelas selaku narasumber utama belajar. Ini serupa dengan struktur kelas di dalam gereja sejak masa skolastik Eropa. Namun, sistem persekolahan Belanda awalnya bersifat segregatif. Ada sekolah khusus Belanda dan Eropa seperti Europesche Lagere School (ELS), untuk Tionghoa semisal Hollands Chinese School, ataupun Indlansche School untuk pribumi. Ciri umum sistem pendidikan Belanda adalah pembagian jenjang pendidikan berdasarkan tahun. Misalnya suatu jenjang pendidikan dasar ditempuh selama lima atau enam tahun dan lanjutannya selama tiga tahun. Selain itu, terdapat prasyarat usia sebelum seorang peserta didik dimasukkan ke jenjang pendidikan tertentu. Sistem pendidikan barat di Indonesia lebih serius digarap Belanda sejak abad ke-18 dan semakin tegas tatkala Politik Etis diberlakukan tahun 1911 lewat tokoh liberalnya, Van Deventer. Sebelum Politik Etis, tujuan pembentukan sistem pendidikan Belanda bagi orang Indonesia sekadar untuk menyediakan tenaga ahli yang murah untuk mengerjakan administrasi kolonial. Ini guna mengantisipasi meluasnya wilayah kekuasaan Belanda. Luasnya wilayah kelola tentu diiringi kerumitan serupa dalam tata administrasinya.

·      Rumah Tinggal : Peninggalan budaya Belanda lain adalah rumah tinggal. Seperti diketahui, orang-orang Belanda kebanyakan tinggal di sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan material bangunannya cukup mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan Belanda juga banyak dipakai oleh keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya raja-raja Indonesia seperti di Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman mereka serupa dengan konstruksi rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap disebut puri Belanda, yang juga berfungsi sebagai basis pertahahan terakhir tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung perkantoran Belanda di Indonesia dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya adalah bangunannya besar-besar, pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan doria dan ionia dari Yunani.

·      Budaya Indis : Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi. Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya kalangan menengah ke atas.

·      Agama : Belanda merupakan rival Portugis dalam dominasi jalur-jalur dagang nusantara. Dominasi Portugis berhasil dipatahkan Belanda dengan merebut Malaka dari tangan mereka tahun 1611. Dominasi Portugis di Maluku juga beralih ke tangan Belanda tahun 1621, ketika Jan Pieterszoon Coen mendirikan pos perdagangan kumpeni (VOC) di Kepulauan Banda. Naiknya dominasi Belanda membuat pergerakan misionaris Katolik Portugis tersendat untuk kemudian digantikan zending Protestan Belanda. Kekuatan pengaruh Katolik Portugis hanya tersisa di Flores dan Timor. Pengaruh Belanda di bidang agama terutama di Sumatera Utara (terutama di Tanah Batak), Sulawesi Utara (terutama di Manado dan Minahasa), Kepulauan Maluku (terutama di Ambon), Papua (termasuk Papua Barat), serta Sulawesi Tengah-Selatan (terutama Tana Toraja). Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung  oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oostindische Compagnie) atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan  aktivitas kolonial di wilayah tersebut. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Kedatangan bangsa Belanda tersebut mengakibatkan perubahan perubahan masyarakat Indonesia yang meliputi antara lain sebagai berikut.

Perubahan Masyarakat Masa Penjajahan Belanda
a. Perluasan penggunaan lahan
Pada masa penjajahan, terjadi perubahan besar dalam perkembangan perkebunan di Indonesia. Penambahan jumlah lahan untuk tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi juga melibatkan perusahaan. Pada masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, banyak perusahaan asing yang menanamkan investasi di Indonesia.  Salah satu contoh bekas peninggalan Belanda adalan Saluran irigasi Bendung Komering 10 (BK 10) Kabupaten OKU Timur, Sumatra Selatan. Saluran tersebut dibangun sejak masa Hindia Belanda. Daerah OKU Timur yang awalnya hutan belantara berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang sangat subur hingga sekarang. Sepanjang aliran irigasi tersebut menjadi lumbung padi Sumatra Selatan hingga sekarang.

b. Persebaran penduduk dan urbanisasi
Politik Etis yang antara lain terdiri dari irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Tujuan utama transmigrasi pada masa tersebut adalah untuk menyebarkan tenaga murah di berbagai perkebunan Sumatra dan Kalimantan. Pembukaan perkebunan pada masa Kolonial Barat di Indonesia telah berhasil mendorong persebaran penduduk Indonesia. Persebaran penduduk yang pada umumnya dari Jawa ke luar Jawa. Saat ini sebagian besar transmigran tidak lagi menjadi tenaga kerja murah yang dipekerjakan di perkebunan tetapi berbalik menjadi majikan. Mereka dapat menggarap lahan dengan tanaman yang produktif seperti kelapa sawit, coklat, kopi, dan lain sebagainya. Dari aktivitas tersebut mereka dapat meningkatkan kondisi ekonominya. Di samping itu hasil produksi mereka telah dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tidak hanya masyarakat di lingkungan sekitar, namun sudah menjadi komoditas ekspor. Munculnya berbagai pusat industri dan perkembangan berbagai fasilitas di kota menjadi daya dorong terjadinya urbanisasi. Urbanisasi terjadi hampir di berbagai daerah di Indonesia. Daerah yang awalnya hutan belantara menjadi ramai dan gemerlap karena ditemukan tambang.

c. Pengenalan tanaman baru
Pengaruh pemerintah Kolonial Barat dalam satu sisi memiliki pengaruh positif dalam mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan. Beberapa tanaman andalan ekspor dikenalkan dan dikembangkan di Indonesia. Jenis tanaman itu di samping kopi juga antara lain tembakau, tebu, dan nila. Pengenalan tanaman baru sangat bermanfaat dalam pengembangan pertanian dan perkebunan di Indonesia.

d. Penemuan tambang-tambang
Pembukaan lahan pada saat masa penjajah Kolonial Barat juga dilakukan untuk melakukan aktifitas pertambangan seperti tambang minyak bumi, tambang batu bara, dan juga tambang logam. Pembukaan lahan pertambangan tersebut terutama terjadi pada masa akhir abad ke 19 dan pada awal abad ke 20.

e. Transportasi dan komunikasi
Pada saat zaman penjajahan kolonial Belanda sangat banyak dibangun jalan raya penghubung kota, rel kereta api, dan beberapa jaringan telepon (komunikasi). Pembangunan berbagai macam fasilitas transportasi dan komunikasi ini menjadi pendorong pergerakan penyaluran barang dan jasa yang relatif cepat. Pada fasilitas transportasi laut juga banyak dibangun berbagai dermaga/pelabuhan di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Jalur Anyer ke Panarukan yang dibangun pada masa Pemerintah gubener jenderal Daendels. Pembangunan jalan yang membentang pada pantura tersebut mempermudah bagi jalur transportasi dan komunikasi rakyat Indonesia, pada khususnya di pulau Jawa. Pembangunan jalur rel kereta api juga dilaksanakan di berbagai daerah atau wilayah di pulau Jawa dan pulau Sumatra.

f. Perkembangan kegiatan ekonomi
Perubahan masyarakat pada aktifitas ekonomi pada saat masa pemerintah penjajah kolonial terjadi baik pada aktifitas produksi, aktifitas konsumsi, maupun aktifitas distribusi.  aktifitas produksi pada kegiatan mengolah pertanian dan perkebunan semakin moderen dengan adanya penemuan berbagai macam teknologi pada pertanian yang sangat bervariasi. Pembukaan berbagai jenis perusahaan telah banyak melahirkan beragam pekerjaan pada bidang yang berbeda. Munculnya banyak pekerja pada lahan perkebunan, mandor/pengawas dan administrasi yang ada di berbagai perusahaan milik pemerintah maupun milik swasta. Aktifitas ekspor-impor juga tengah mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada saat masa pemerintah penjajah Kolonial Barat. Hal ini menunjukkan bila aktifitas ekonomi mengalami banyak perkembangan yang sangat pesat, dilihat dari kualitas pada proses produksi dari yang tradisional ke teknologi yang lebih modern. Dilihat dari pada hasil produksinya bisa terlihat adanya banyak peningkatan pada kualitas. Dilihat dari pada distribusi juga banyak mengalami perkembangan, distribusi yang pada mulanya hanya dilakukan antar wilayah/daerah lalu meningkat menjadi antar bangsa/negara dan benua. Hal tersebut tampak dari adanya peningkatan aktivitas ekspor maupun impornya. Sedangkan diketahui dari kegiatan konsumsi, masyarakat bisa menikmati hasil dari produksi dengan meningkatnya kualitas yang jauh lebih baik.




g. Mengenal uang
Pada saat masa pemerintah penjajah Kolonial Barat, uang pun mulai dikenalkan sebagai alat untuk pembayaran jasa para tenaga kerja. Keberadaan mata uang adalah barang baru dalam kehidupan para penduduk/masyarakat menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Masyarakat pun mulai menyenangi mata uang, sebab dianggap sangat mudah digunakan. Uang yang kamu kenal sekarang mengalami proses perkembangan cukup panjang, antara lain sebagai berikut.

h. Perubahan dalam Pendidikan
Sistem pendidikan pesantren berkembang di berbagai daerah pada masa sebelum kedatangan Bangsa Barat. Kedatangan bangsa Belanda mengubah sistem pendidikan menjadi dua model yaitu pendidikan yang didirikan dan dikembangkan oleh lembaga pemerintah, dan yang model kedua adalah pendidikan yang didirikan dan dikembangkan oleh suwadaya masyarakat. Pada masa pemerintahan Kolonial Barat, terjadi pembedaan pendidikan di Indonesia. Sekolah dibedakan menjadi dua golongan yakni sekolah untuk bangsa Eropa dan sekolah untuk penduduk pribumi. Hal ini mendorong lahirnya berbagai gerakan pendidikan di Indonesia. Taman Siswa yang berdiri di Yogyakarta merupakan salah satu pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia. Sekolah-sekolah yang dipelopori berbagai organisasi pergerakan nasional tumbuh pesat pada awal abad 20. Dipusat-pusat daerah kekuasaan Belanda di wilayah Indonesia menjadi pusat perkembangan atau pertumbuhan berbagai sekolah - sekolah di wilayah Indonesia. Salah satu sekolah-sekolah yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan kolonial perguruan tinggi seperti ITB (Institut Teknologi Bandung) dan IPB (Institut Pertanian Bogor). Pada zaman penjajahan Belanda ITB bernama Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS - 1920-1942). Sedangkan IPB bernama Landsbouwkundige Faculteit.Pengaruh pendidikan modern berdampak pada perluasan lapangan kerja pada masyarakat Indonesia. Munculnya elit intelektual menyebabkan lahirnya jenis pekerjaan baru seperti guru, administrasi, pegawai pemerintah, dan sebagainya.

i. Perubahan dalam aspek politik
Perubahan pada sistem politik juga bisa terjadi dengan dikenalnya pada sistem pemerintahan yang baru. Pada saat zaman kerajaan dikenal para penguasa seperti raja serta bupati, pada saat masa pemerintah penjajah Kolonial Barat diketahui sistem pemerintahan yang dipimpin Gubernur Jenderal, Residen dan Bupati. Para raja yang ada di nusantara menjadi kehilangan sebuah kekuasaannya karena digantikan oleh kekuasaan pemerintah penjajah Kolonial. Terbentuknya pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada satu sisi sangat menguntungkan untuk bangsa Indonesia. Pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang terpusat menjadikan hubungan yang sangat erat antara rakyat/masyarakat Indonesia dari berbagai penjuruh daerah. Munculnya perasaan senasib serta sepenanggungan pada masa tersebut memunculkan berbagai macam organisasi yang mengobarkan semangat pergerakan nasional tersebut tidak lepas karena adanya ikatan politik kolonial Hindia Belanda.
Sebelum zaman kolonial Hindia Belanda, masyarakat Indonesia terbagi-bagi oleh sistem politik pemerintahan kerajaan. Terdapat sekitar puluhan kerajaan yang ada di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Pada saat masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, di berbagai daerah tersebut bisa disatukan pada satu identitas pemerintahan kolonial Hindia Belanda.



j. Perubahan dalam aspek Budaya
Berbagai perubahan budaya pada masa penjajahan Belanda adalah dalam seni bangunan, tarian, cara berpakaian, bahasa, dan teknologi. Seni pada bangunan den.gan pada masa penjajahan mengunakan gaya Eropa seperti pada Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Penjajahan kolonial Belanda sangat berpengaruh terhadap adanya teknologi dan seni bangunan di wilayah Indonesia. Teknologi pada bangunan modern dikenalkan oleh Bangsa Barat di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Perubahan kesenian juga terjadi terutama di masyarakat perkotaan yang mulai mengenal tarian-tarian Barat. Kebiasaan dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para pejabat Belanda berpengaruh pada perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Dalam bidang bahasa banyak bahasa-bahasa Belanda yang sedikit banyak memengaruhi pada kosa kata di Bahasa Indonesia. Beberapa kata yang merupakan serapan dari Bahasa Belanda antara lain : Kulkas = Koelkast, Kamar (ruangan) = Kamer- Saklar = Schakelaar, Kenop = Knopje, Keran = Kraan, Kubus = Kubus, Dus = Doos, Soak = Zwak, dan Baut, mur = Bout, Moer

Pengaruh kolonial yang lain adalah persebaran agama Kristen di Indonesia. Pengaruh kolonial yang lain adalah persebaran agama Kristen di Indonesia. Penyebaran agama Kristen sangat intensif seiring dengan datangnya Bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan Bangsa-bangsa Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran Agama Kristen di Indonesia. 

Peninggalan Belanda Di Indonesia
·         Balai Kota Surabaya



Gedung utama Balai Kota di Taman Surya di daerah Ketabang itu mulai dibangun pada tahun 1923 dan mulai ditempati pada tahun 1927. Arsiteknya ialah C. Citroen dan pelaksanaannya H.V. Hollandsche Beton Mij. Biaya seluruhnya, termasuk perlengkapan dan lain-lainnya, menghabiskan dana sekitar 1000 gulden.

Ukuran gedung utama : panjang 102 m dan lebar 19 m. Konstruksinya terdiri dari tiang-tiang pancang beton bertulang yang ditanam, sedangkan dinding-dindingnya diisi dengan bata dan semen. Atapnya terbuat dari rangka besi dan ditutup dengan sirap, Belakangan atap ini kemudian diganti dengan genteng. 


·

·         Fort Rotterdam Makassar

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-TalloLetak benteng ini berada di pinggirpantai sebelah barat Kota MakassarSulawesi Selatan.

Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah MarosBenteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.


·         Istana Bogor
Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".
Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.

Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoffterkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.

·         Gedung Agung Yogyakarta



Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks SmissaeratResiden Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen.

Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada 1832Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara.

Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.



·         Gedung Sate Bandung

Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandungyang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruhIndonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat. Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota BandungB. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di BataviaJ.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir.Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa,Kampung Coblong DagoKampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak(Balai Kota Bandung).

·         Benteng Vastenberg

Vastenburg adalah benteng peninggalan Belanda yang terletak di kawasan Gladak, Surakarta. Benteng ini dibangun tahun1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai bagian dari pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, khususnya terhadap keraton Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat garnisun. Di seberangnya terletak kediaman gubernur Belanda (sekarang kantor Balaikota Surakarta) di kawasan Gladak.
Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat penonjolan ruang yang disebut seleka (bastion). Di sekeliling tembok benteng terdapat parit yang berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakang. Bangunan terdiri dari beberapa barak yang terpisah dengan fungsi masing-masing dalam militer. Di tengahnya terdapat lahan terbuka untuk persiapan pasukan atau apel bendera.
Setelah kemerdekaan, benteng ini digunakan sebagai markas TNI untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada masa 1970-1980-anbangunan ini digunakan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayahKaresidenan Surakarta dan sekitarnya.
Setelah lama tidak terpakai sejak 1980-an, benteng ini penuh semak belukar dan tak terawat.Sejak kepemimpinan Ir.H.Joko Widodo, perubahan dan restorasi mulai terlihat. Pada tahun 2014S, restorasi terhadap Benteng Vastenburg sangat terlihat dari cat yang mengelupas dicat ulang dengan warna putih.


2 komentar:

  1. nice, mampir juga ke http://tz.ucweb.com/9_20CtU dan https://duniakanz.blogspot.com

    BalasHapus