Pengaruh Belanda di Indonesia
Saat ini seringkali muncul stereotype bernada
negatif atas budaya Barat. Di Indonesia, budaya Barat disebar seiring kekuasaan
kolonial. Barat yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah Negara-negara Eropa,
terutama Belanda, yang melakukan kolonisasi atas kepulauan nusantara. Kendati
demikian, terdapat pengaruh Barat tertentu yang terus membekas di dalam
struktur kebudayaan Indonesia hingga kini. Misalnya sistem pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu komponen nonmaterial kebudayaan yang punya
peran signifikan dalam melestarikan suatu budaya. Selain pendidikan, mekanisme
administratif pemerintahan Belanda juga punya pengaruh tersendiri atas
pembentukan sistem sosial (politik) Indonesia. Bangsa Barat utama yang
pengaruhnya cukup membekas adalah Portugis dan Belanda. Terutama Belanda,
budaya kedua bangsa ini sebagian terserap ke dalam struktur budaya Indonesia.
Namun, sisa-sisa pengaruh ini kurang begitu kuat mempengaruhi benak kesadaran
orang Indonesia, mungkin akibat perbedaan blue print manusianya (barat versus
timur). Budaya Barat, sesuai namanya, merupakan produk perkembangan di bilangan
barat dunia yang menekankan individualitas dan kebebasan. Sementara Indonesia
merupakan bagian bangsa timur yang menghendaki harmoni, komando, dan
kolektivitas. Koentjaraningrat mencatat, pengaruh budaya barat atas Indonesia
diawali aktivitas perdagangan Portugis paruh pertama abad ke-16. Tahun 1511
Portugis menaklukan Malaka, pelabuhan dagang di barat kepulauan Indonesia.
Penaklukan membuat Portugis mampu mengendalikan aspek-aspek penting kehidupan
masyarakat di sana. Tatkala penaklukan terjadi, Islam tengah tumbuh sebagai
agama dan budaya baru nusantara. Tidak perlu waktu lama, Islam berangsur jadi
agama dominan di kepulauan Indonesia. Konflik yang kemudian terjadi kemudian
kerap digeneralisasi menjadi konflik Barat versus Islam. Konflik bahkan masih
terus berlangsung hingga tulisan ini dibuat. Tahun 1641 orang Belanda merebut
Malaka dari Portugis. Sebelumnya, tahun 1619 mereka sudah membangun benteng
kuat di Batavia saat menguasai Banten, pelabuhan dagang nusantara lain yang
penting. Tahun 1755, VOC mengadakan perjanjian Gianti dengan Mataram Islam,
kerajaan yang merupakan salah satu rival mereka dalam menguasai jalur dagang.
Dalam perjanjian Gianti, Mataram dipecah menjadi Yogyakarta, Surakarta, dan
Mangkunegara. Tahun 1799, VOC (perusahaan swasta Belanda) bangkrut. Mulai tahun
tersebut orang-orang Belanda mengatasnamakan Kerajaan Belanda dalam mengelola
Indonesia.
Tahun 1824 Belanda menukar Singapura dengan
Bengkulu. Singapura awalnya dikuasai Belanda dan Bengkulu oleh Inggris. Lokasi
Bengkulu terisolasi di bagian selatan-barat pulau Sumatera. Tahun 1837 Belanda
menguasai Sumatera Barat usai Perang Paderi. Tahun 1883, Tanah Batak masuk ke dalam
kekuasaan Belanda, hanya setelah berpayah-payah menaklukan orang Batak Toba.
Tahun 1894, Lombok masuk ke kekuasaan Belanda disusul Bali tahun 1906, lewat
Perang Badung (Puputan Badung). Aceh terakhir masuk ke dalam kekuasaan Belanda
pada 1903 (atau 1905), setelah perang kurang lebih 30 tahun sejak 1873. Dari
paparan ini tampak kekuasaan Belanda atas Indonesia berlangsung gradual.
Wilayah yang satu dikuasai terlebih dulu ketimbang lainnya. Kendati demikian,
tetap ada wilayah yang tidak terjamah kekuasaan kolonial Belanda. Bernard H.M.
Vlekke membagi pengaruh Belanda di nusantara ke dalam tiga bagian.[2] Pertama,
di Sumatera dan Kalimantan pengaruh orang Eropa hampir tidak punya dampak pada
kehidupan pribumi. Kedua, pengaruh di bagian timur kuat tetapi opresif. Ketiga,
di Jawa di mana Belanda mampu mencengkeram hingga pedalaman dan menimbulkan
perubahan struktur sosial serta ekonomi orang Indonesia.
Di Jawa, Maluku dan Sulawesi Utara berkembang
pelapisan sosial. Lapisan pertama kaum buruh yang meninggalkan budaya tani
untuk menjadi pelayan rumah tangga Eropa, tukang, atau buruh industri. Lapisan
kedua kaum pegawai (priyayi) yang bekerja di belakang meja tulis dan harus
menempuh pendidikan Belanda terlebih dahulu.[3] Lapisan ketiga, kelas menengah
baru pribumi yang melakukan kegiatan dagang di bidang-bidang yang belum digarap
pengusaha Cina (dan Asia lain) seperti rokok kretek, batik, tenun, ataupun
kerajinan tangan. Pola-pola pelapisan sosial seperti ini belum ada di Indonesia
sebelum pengaruh Belanda.
· Pendidikan : Salah satu pengaruh peradaban Belanda atas
struktur budaya Indonesia adalah pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing
dengan sistem pendidikan lokal Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan
mandala. Juga, sekolah-sekolah Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga
pendidikan yang banyak dipengaruhi Islam. Sekolah, sebagai basis proses
pendidikan formal Indonesia saat ini, merupakan wujud nyata membekasnya
pengaruh Belanda. Peserta didik dibagi ke dalam lokal-lokal menurut rombongan
belajar, di setiap kelas peserta didik duduk dalam beberapa banjar menghadap ke
depan, dan guru berdiri di muka kelas selaku narasumber utama belajar. Ini
serupa dengan struktur kelas di dalam gereja sejak masa skolastik Eropa. Namun,
sistem persekolahan Belanda awalnya bersifat segregatif. Ada sekolah khusus
Belanda dan Eropa seperti Europesche Lagere School (ELS), untuk Tionghoa
semisal Hollands Chinese School, ataupun Indlansche School untuk pribumi. Ciri
umum sistem pendidikan Belanda adalah pembagian jenjang pendidikan berdasarkan
tahun. Misalnya suatu jenjang pendidikan dasar ditempuh selama lima atau enam
tahun dan lanjutannya selama tiga tahun. Selain itu, terdapat prasyarat usia
sebelum seorang peserta didik dimasukkan ke jenjang pendidikan tertentu. Sistem
pendidikan barat di Indonesia lebih serius digarap Belanda sejak abad ke-18 dan
semakin tegas tatkala Politik Etis diberlakukan tahun 1911 lewat tokoh
liberalnya, Van Deventer. Sebelum Politik Etis, tujuan pembentukan sistem
pendidikan Belanda bagi orang Indonesia sekadar untuk menyediakan tenaga ahli
yang murah untuk mengerjakan administrasi kolonial. Ini guna mengantisipasi
meluasnya wilayah kekuasaan Belanda. Luasnya wilayah kelola tentu diiringi
kerumitan serupa dalam tata administrasinya.
· Rumah Tinggal : Peninggalan budaya Belanda lain adalah rumah
tinggal. Seperti diketahui, orang-orang Belanda kebanyakan tinggal di
sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan material bangunannya cukup
mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan Belanda juga banyak dipakai oleh
keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya raja-raja Indonesia seperti di
Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman mereka serupa dengan konstruksi
rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap disebut puri Belanda, yang juga berfungsi
sebagai basis pertahahan terakhir tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung
perkantoran Belanda di Indonesia dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya
adalah bangunannya besar-besar, pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan
doria dan ionia dari Yunani.
·
Budaya
Indis : Indis adalah
kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama
berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat
diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya
universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan
perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem
kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi. Namun, praktek budaya
Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya kalangan menengah ke
atas.
· Agama : Belanda merupakan rival Portugis dalam dominasi jalur-jalur
dagang nusantara. Dominasi Portugis berhasil dipatahkan Belanda dengan merebut
Malaka dari tangan mereka tahun 1611. Dominasi Portugis di Maluku juga beralih
ke tangan Belanda tahun 1621, ketika Jan Pieterszoon Coen mendirikan pos
perdagangan kumpeni (VOC) di Kepulauan Banda. Naiknya dominasi Belanda membuat
pergerakan misionaris Katolik Portugis tersendat untuk kemudian digantikan
zending Protestan Belanda. Kekuatan pengaruh Katolik Portugis hanya tersisa di
Flores dan Timor. Pengaruh Belanda di bidang agama terutama di Sumatera Utara
(terutama di Tanah Batak), Sulawesi Utara (terutama di Manado dan Minahasa),
Kepulauan Maluku (terutama di Ambon), Papua (termasuk Papua Barat), serta
Sulawesi Tengah-Selatan (terutama Tana Toraja). Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara
langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama
Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oostindische Compagnie) atau VOC).
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas
kolonial di wilayah tersebut. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad
ke-18, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816.
Kedatangan bangsa Belanda tersebut mengakibatkan perubahan perubahan masyarakat
Indonesia yang meliputi antara lain sebagai berikut.
Perubahan
Masyarakat Masa Penjajahan Belanda
a. Perluasan penggunaan lahan
Pada masa penjajahan, terjadi perubahan besar
dalam perkembangan perkebunan di Indonesia. Penambahan jumlah lahan untuk
tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya
pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi
juga melibatkan perusahaan. Pada masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda,
banyak perusahaan asing yang menanamkan investasi di Indonesia. Salah
satu contoh bekas peninggalan Belanda adalan Saluran irigasi Bendung Komering
10 (BK 10) Kabupaten OKU Timur, Sumatra Selatan. Saluran tersebut dibangun
sejak masa Hindia Belanda. Daerah OKU Timur yang awalnya hutan belantara
berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang sangat subur hingga
sekarang. Sepanjang aliran irigasi tersebut menjadi lumbung padi Sumatra
Selatan hingga sekarang.
b. Persebaran penduduk dan urbanisasi
Politik Etis yang antara lain terdiri dari
irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Tujuan utama transmigrasi pada masa
tersebut adalah untuk menyebarkan tenaga murah di berbagai perkebunan Sumatra
dan Kalimantan. Pembukaan perkebunan pada masa Kolonial Barat di Indonesia
telah berhasil mendorong persebaran penduduk Indonesia. Persebaran penduduk
yang pada umumnya dari Jawa ke luar Jawa. Saat ini sebagian besar
transmigran tidak lagi menjadi tenaga kerja murah yang dipekerjakan di
perkebunan tetapi berbalik menjadi majikan. Mereka dapat menggarap lahan dengan
tanaman yang produktif seperti kelapa sawit, coklat, kopi, dan lain sebagainya.
Dari aktivitas tersebut mereka dapat meningkatkan kondisi ekonominya. Di
samping itu hasil produksi mereka telah dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, tidak hanya masyarakat di lingkungan sekitar, namun sudah menjadi
komoditas ekspor. Munculnya berbagai pusat industri dan perkembangan berbagai
fasilitas di kota menjadi daya dorong terjadinya urbanisasi. Urbanisasi terjadi
hampir di berbagai daerah di Indonesia. Daerah yang awalnya hutan belantara
menjadi ramai dan gemerlap karena ditemukan tambang.
c. Pengenalan tanaman baru
Pengaruh pemerintah Kolonial Barat dalam satu
sisi memiliki pengaruh positif dalam mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi
dalam pertanian dan perkebunan. Beberapa tanaman andalan ekspor dikenalkan dan
dikembangkan di Indonesia. Jenis tanaman itu di samping kopi juga antara lain
tembakau, tebu, dan nila. Pengenalan tanaman baru sangat bermanfaat dalam
pengembangan pertanian dan perkebunan di Indonesia.
d. Penemuan tambang-tambang
Pembukaan lahan pada saat masa penjajah
Kolonial Barat juga dilakukan untuk melakukan aktifitas pertambangan seperti
tambang minyak bumi, tambang batu bara, dan juga tambang logam. Pembukaan lahan
pertambangan tersebut terutama terjadi pada masa akhir abad ke 19 dan pada awal
abad ke 20.
e. Transportasi dan komunikasi
Pada saat zaman penjajahan kolonial Belanda
sangat banyak dibangun jalan raya penghubung kota, rel kereta api, dan beberapa
jaringan telepon (komunikasi). Pembangunan berbagai macam fasilitas
transportasi dan komunikasi ini menjadi pendorong pergerakan penyaluran barang
dan jasa yang relatif cepat. Pada fasilitas transportasi laut juga banyak
dibangun berbagai dermaga/pelabuhan di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Jalur
Anyer ke Panarukan yang dibangun pada masa Pemerintah gubener jenderal
Daendels. Pembangunan jalan yang membentang pada pantura tersebut mempermudah
bagi jalur transportasi dan komunikasi rakyat Indonesia, pada khususnya di
pulau Jawa. Pembangunan jalur rel kereta api juga dilaksanakan di berbagai
daerah atau wilayah di pulau Jawa dan pulau Sumatra.
f. Perkembangan kegiatan ekonomi
Perubahan masyarakat pada aktifitas ekonomi
pada saat masa pemerintah penjajah kolonial terjadi baik pada aktifitas
produksi, aktifitas konsumsi, maupun aktifitas distribusi. aktifitas
produksi pada kegiatan mengolah pertanian dan perkebunan semakin moderen dengan
adanya penemuan berbagai macam teknologi pada pertanian yang sangat bervariasi.
Pembukaan berbagai jenis perusahaan telah banyak melahirkan beragam pekerjaan
pada bidang yang berbeda. Munculnya banyak pekerja pada lahan perkebunan,
mandor/pengawas dan administrasi yang ada di berbagai perusahaan milik
pemerintah maupun milik swasta. Aktifitas ekspor-impor juga tengah mengalami
kenaikan yang sangat signifikan pada saat masa pemerintah penjajah Kolonial
Barat. Hal ini menunjukkan bila aktifitas ekonomi mengalami banyak perkembangan
yang sangat pesat, dilihat dari kualitas pada proses produksi dari yang
tradisional ke teknologi yang lebih modern. Dilihat dari pada hasil produksinya
bisa terlihat adanya banyak peningkatan pada kualitas. Dilihat dari pada
distribusi juga banyak mengalami perkembangan, distribusi yang pada mulanya
hanya dilakukan antar wilayah/daerah lalu meningkat menjadi antar bangsa/negara
dan benua. Hal tersebut tampak dari adanya peningkatan aktivitas ekspor maupun
impornya. Sedangkan diketahui dari kegiatan konsumsi, masyarakat bisa menikmati
hasil dari produksi dengan meningkatnya kualitas yang jauh lebih baik.
g. Mengenal uang
Pada saat masa pemerintah penjajah Kolonial
Barat, uang pun mulai dikenalkan sebagai alat untuk pembayaran jasa para tenaga
kerja. Keberadaan mata uang adalah barang baru dalam kehidupan para
penduduk/masyarakat menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Masyarakat pun mulai
menyenangi mata uang, sebab dianggap sangat mudah digunakan. Uang yang kamu
kenal sekarang mengalami proses perkembangan cukup panjang, antara lain sebagai
berikut.
h. Perubahan dalam Pendidikan
Sistem pendidikan pesantren berkembang di
berbagai daerah pada masa sebelum kedatangan Bangsa Barat. Kedatangan bangsa
Belanda mengubah sistem pendidikan menjadi dua model yaitu pendidikan yang
didirikan dan dikembangkan oleh lembaga pemerintah, dan yang model kedua adalah
pendidikan yang didirikan dan dikembangkan oleh suwadaya masyarakat. Pada masa
pemerintahan Kolonial Barat, terjadi pembedaan pendidikan di Indonesia. Sekolah
dibedakan menjadi dua golongan yakni sekolah untuk bangsa Eropa dan sekolah
untuk penduduk pribumi. Hal ini mendorong lahirnya berbagai gerakan pendidikan
di Indonesia. Taman Siswa yang berdiri di Yogyakarta merupakan salah satu
pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia. Sekolah-sekolah yang dipelopori
berbagai organisasi pergerakan nasional tumbuh pesat pada awal abad 20. Dipusat-pusat
daerah kekuasaan Belanda di wilayah Indonesia menjadi pusat perkembangan atau
pertumbuhan berbagai sekolah - sekolah di wilayah Indonesia. Salah satu
sekolah-sekolah yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan kolonial perguruan
tinggi seperti ITB (Institut Teknologi Bandung) dan IPB (Institut Pertanian
Bogor). Pada zaman penjajahan Belanda ITB bernama Technische Hoogeschool
te Bandoeng (THS - 1920-1942). Sedangkan IPB bernama Landsbouwkundige
Faculteit.Pengaruh pendidikan modern berdampak pada perluasan lapangan kerja
pada masyarakat Indonesia. Munculnya elit intelektual menyebabkan lahirnya
jenis pekerjaan baru seperti guru, administrasi, pegawai pemerintah, dan
sebagainya.
i. Perubahan dalam aspek politik
Perubahan pada sistem politik juga bisa
terjadi dengan dikenalnya pada sistem pemerintahan yang baru. Pada saat zaman
kerajaan dikenal para penguasa seperti raja serta bupati, pada saat masa
pemerintah penjajah Kolonial Barat diketahui sistem pemerintahan yang dipimpin
Gubernur Jenderal, Residen dan Bupati. Para raja yang ada di nusantara menjadi
kehilangan sebuah kekuasaannya karena digantikan oleh kekuasaan pemerintah
penjajah Kolonial. Terbentuknya pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada satu
sisi sangat menguntungkan untuk bangsa Indonesia. Pemerintahan kolonial Hindia
Belanda yang terpusat menjadikan hubungan yang sangat erat antara
rakyat/masyarakat Indonesia dari berbagai penjuruh daerah. Munculnya perasaan
senasib serta sepenanggungan pada masa tersebut memunculkan berbagai macam
organisasi yang mengobarkan semangat pergerakan nasional tersebut tidak lepas
karena adanya ikatan politik kolonial Hindia Belanda.
Sebelum zaman kolonial Hindia Belanda, masyarakat Indonesia terbagi-bagi oleh
sistem politik pemerintahan kerajaan. Terdapat sekitar puluhan kerajaan yang
ada di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Pada saat masa pemerintah kolonial
Hindia Belanda, di berbagai daerah tersebut bisa disatukan pada satu identitas
pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
j. Perubahan dalam aspek Budaya
Berbagai perubahan budaya pada masa penjajahan
Belanda adalah dalam seni bangunan, tarian, cara berpakaian, bahasa, dan
teknologi. Seni pada bangunan den.gan pada masa penjajahan mengunakan gaya
Eropa seperti pada Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Penjajahan kolonial Belanda
sangat berpengaruh terhadap adanya teknologi dan seni bangunan di wilayah
Indonesia. Teknologi pada bangunan modern dikenalkan oleh Bangsa Barat di
berbagai daerah di wilayah Indonesia. Perubahan kesenian juga terjadi terutama
di masyarakat perkotaan yang mulai mengenal tarian-tarian Barat. Kebiasaan
dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para pejabat Belanda berpengaruh pada
perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Dalam bidang bahasa banyak
bahasa-bahasa Belanda yang sedikit banyak memengaruhi pada kosa kata di Bahasa
Indonesia. Beberapa kata yang merupakan serapan dari Bahasa Belanda antara lain
: Kulkas = Koelkast, Kamar (ruangan) = Kamer- Saklar = Schakelaar, Kenop =
Knopje, Keran = Kraan, Kubus = Kubus, Dus = Doos, Soak = Zwak, dan Baut, mur =
Bout, Moer
Pengaruh kolonial yang lain adalah persebaran
agama Kristen di Indonesia. Pengaruh kolonial yang lain adalah persebaran agama
Kristen di Indonesia. Penyebaran agama Kristen sangat intensif seiring dengan
datangnya Bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan Bangsa-bangsa
Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran Agama Kristen di
Indonesia.
Peninggalan
Belanda Di Indonesia
·
Balai
Kota Surabaya
Gedung utama Balai Kota di Taman Surya di
daerah Ketabang itu mulai dibangun pada tahun 1923 dan mulai ditempati pada
tahun 1927. Arsiteknya ialah C. Citroen dan pelaksanaannya H.V. Hollandsche
Beton Mij. Biaya seluruhnya, termasuk perlengkapan dan lain-lainnya,
menghabiskan dana sekitar 1000 gulden.
Ukuran gedung utama : panjang 102 m dan
lebar 19 m. Konstruksinya terdiri dari tiang-tiang pancang beton bertulang yang
ditanam, sedangkan dinding-dindingnya diisi dengan bata dan semen. Atapnya
terbuat dari rangka besi dan ditutup dengan sirap, Belakangan atap ini kemudian
diganti dengan genteng.
·
·
Fort Rotterdam
Makassar
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9
yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi'
kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun
pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini
diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di
daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa,
bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan
Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
·
Istana Bogor
Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg atau Sans
Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".
Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan
tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur
Jenderal Inggris.
Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem
Baron Van Imhoffterkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil
di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang
terletak di hulu Batavia. Van
Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian
dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
·
Gedung Agung Yogyakarta
Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu
tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan
setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa
bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang
menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang
disebut juga Gedung Negara.
Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai
karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa
tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda
di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.
·
Gedung Sate Bandung
Gedung Sate,
dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah
lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandungyang tidak saja dikenal
masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruhIndonesia bahkan
model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda
kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun
1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini
berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat. Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements
Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van
Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920,
merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber,
arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland,
Ir.Eh. De Roo dan
Ir. G. Hendriks serta
pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan
melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay
pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton,
dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa,Kampung Coblong Dago, Kampung
Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong
Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak(Balai Kota Bandung).
·
Benteng Vastenberg
Vastenburg adalah
benteng peninggalan
Belanda yang
terletak di kawasan Gladak,
Surakarta. Benteng ini dibangun tahun
1745 atas perintah
Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai
bagian dari pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, khususnya terhadap
keraton Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat
garnisun. Di seberangnya terletak kediaman
gubernur Belanda (sekarang kantor Balaikota Surakarta) di kawasan Gladak.
Bentuk tembok
benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat penonjolan ruang yang
disebut seleka (bastion). Di sekeliling tembok benteng terdapat
parit yang berfungsi sebagai perlindungan
dengan jembatan di pintu depan dan belakang. Bangunan terdiri dari beberapa
barak yang terpisah dengan fungsi masing-masing dalam militer. Di tengahnya
terdapat lahan terbuka untuk persiapan pasukan atau
apel bendera.
Setelah lama tidak
terpakai sejak 1980-an, benteng ini penuh semak belukar dan tak terawat.Sejak
kepemimpinan Ir.H.Joko Widodo, perubahan dan restorasi mulai terlihat. Pada
tahun 2014S, restorasi terhadap Benteng Vastenburg sangat terlihat dari cat
yang mengelupas dicat ulang dengan warna putih.